The Fawzi's Team: Our Family Sticks Together

Ikang Fawzi, Marissa Haque, Isabella Fawzi, Chikita Fawzi

Isabella Fawzi, Chikita Fawzi, Ikang Fawzi, Marissa Haque

Isabella Fawzi, Chikita Fawzi, Ikang Fawzi, Marissa Haque
Semakin Menua Semakin Islami, Insya Allah... (dalam Ikang Fawzi & Marissa Haque, 2010)

Lagu: "Panggilan Jiwa" (Ikang Fawzi dan Candra Darusman/Anak-anak Deplu RI)


Cinta Ikang Fawzi Selamanya pada Marissa Haque, Iklan Olay Beauty Face Lotion, 2009

Cinta Ikang Fawzi Selamanya pada Marissa Haque, Iklan Olay Beauty Face Lotion, 2009
Cinta Ikang Fawzi Selamanya pada Marissa Haque, Iklan Olay Beauty Face Lotion, 2009

Ayah Bunda Ikang Fawzi & Marissa Haque

Ayah Bunda Ikang Fawzi & Marissa Haque
Ayah Bunda Ikang Fawzi & Marissa Haque

Bahasa Kasih Ikang Fawzi untuk Marissa Haque Istrinya

Bahasa Kasih Ikang Fawzi untuk Marissa Haque Istrinya
Bahasa Kasih Ikang Fawzi untuk Marissa Haque Istrinya

Minggu, 13 Januari 2013

Bintik Matahari Raksasa Melepaskan Lidah Api Yang Kuat: dalam Marissa Haque & Ikang Fawzi



Pandangan suar matahari pada 11 Januari 2013 yang direkam oleh NASA's Solar Dynamics Observatory.


Astronesia-Permukaan matahari meletus dan membuat solar flare pada hari Jumat 11 Januari,melepaskan ledakan plasma super panas ke ruang angkasa.

Sebuah bintik besar matahari yang dikenal sebagai AR1654 menghasilkan flare kelas M1 pada pukul 4:11 AM EST (0911 GMT), kata ilmuwan dari NASA's Solar Dynamics Observatory. Pesawat ruang angkasa SDO adalah salah satu dari beberapa teleskop luar angkasa yang bertugas memantau aktivitas pada matahari.

Menurut Spaceweather.com, sunspot AR1654 tumbuh lebih aktif dan sekarang "Membentuk jilatan matahari dengan kelas M1" seperti yang meletus kemarin (11 Jan 2013).

"AR1654 yang semakin besar ternyata menuju ke arah Bumi," lapor situs web."Tidak hanya kesempatan meningkatkan flare, tetapi juga kemungkinan letusan diarahkan ke Bumi. Ini bisa menjadi bintik matahari yang mengganggu cuaca tenang disekitar planet kita.

Matahari saat ini berada dalam fase aktif siklus 11 tahunnya, para ilmuwan menyebutnya Solar Cycle 24. Siklus aktivitas matahari yang diperkirakan akan mencapai puncaknya (solar maksimum) pada tahun 2013, kata para ilmuwan.

http://astronesia.blogspot.com/

Gambar menunjukkan daerah aktif matahari AR1654 (ditandai) dibandingkan dengan ukuran Bumi dan Jupiter.Gambar ini di terbitkan oleh ilmuwan NASA Solar Dynamics Observatory pada tanggal 9 Januari 2013.

Lidah api matahari yang paling kuat,flare kelas memiliki efek paling signifikan terhadap Bumi .Mereka dapat menyebabkan badai radiasi yang tahan lama di atas atmosfer planet kita dan pemadaman radio.

Kelas flare Medium (M) dapat menyebabkan pemadaman radio singkat di daerah kutub dan sesekali badai radiasi kecil. Kelas C flare yang terlemah dari sistem klasifikasi ilmuwan dan memiliki konsekuensi terlihat sedikit.

Sumber: Space.com 



Bintik Matahari Raksasa Melepaskan Lidah Api Yang Kuat:  
dalam Marissa Haque & Ikang Fawzi

Rabu, 29 Agustus 2012

Ikang Fawzi: Dua jam membaca (untuk Marissa Haque)

Ikang Fawzi: Dua jam membaca

Oleh Rahmayulis Saleh
Ikang Fauzi (antara)
Sumber: http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/ikang-fawzi-dua-jam-membaca

Musisi dan penyanyi rock Indonesia ini sejak kecil sudah akrab dengan buku. Sebagai anak seorang  diplomat yang sering mengikuti tugas ayahnya di beberapa negara, Ahmad Zulfikar Fawzi atau lebih dikenal dengan nama Ikang Fawzi, menjadikan buku dan berkesenian sebagai pengisi waktu luangnya selain belajar.

Laki-laki kelahiran Jakarta, 23 Oktober 1959, ini menghabiskan masa kecilnya di luar negeri. Dia menjalani sekolah taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar di Belgia dan Jepang, mengikuti ayahnya Fawzi Abdulrani, yang waktu itu menjadi diplomat.

Kebiasaannya membaca buku sejak kecil itu, menurut Ikang, telah membuka dan menambah wawasannya. Dan kegiatan itu terus berlanjut hingga sekarang sampai dia sudah menikah dengan artis Marissa Grace Haque, dan memiliki dua putrid yang sudah beranjak dewasa.

“Setiap hari saya terbiasa membaca sampai dua jam, waktunya bisa kapan saja. Saat ini yang banyak saya baca buku-buku tentang ekonomi dan gaya hidup,” ungkap Penyanyi Rock Terbaik versi Majalah Gadis pada 1986 ini.

Menurut Ikang, hobinya membaca tersebut juga diikuti oleh isterinya dan kedua anaknya. Di rumahnya saat tersedia dua buah perpustakaan, dengan ribuan judul buku.

“Isinya macam-macam sesuai dengan bacaan kesenangan masing-masing keluarga. Untuk saya lebih suka baca masalah ekonomi,” ujar Duta On Clinic ini di Jakarta beberapa waktu lalu di sela-sela seminar yang diadakan On Clinic.

Selain membaca, ternyata sejak kecil Ikang juga suka berkesenian. Darah seni mengalir dari ayahnya, yang dulu pemain Hawaiian, pencipta lagu, dan penyanyi. Ayahnya selalu mendorong Ikang untuk berkesenian, dan  saat berusia 10 tahun, dia dimasukkan ke Yamaha Musik di Jepang untuk kursus privat electone dan drum.

Ikang juga dimasukkan ke klub belajar beladiri. Saat di Jepang dia belajar karate. Setelah kembali ke Indonesia, dia menekuni pencak silat. Tak heran walau sudah berusia di atas 50 tahun, tubuhnya masih tetap energik dan bugar.

Menurut Ikang yang juga pengusaha properti ini, memperhatikan gaya hidup menjadi sangat penting, terutama dalam mejalani pola hidup sehat, dan selalu berupaya melakukan hal-hal yang positif.

Setiap hari dia berusaha menghindari makanan yang banyak lemak, dan berenang di rumahnya dua hari sekali, masing-masing satu jam. “Dulu saya juga olahraga barbel, tapi di usia sekarang ini paling cocok bagi saya adalah berenang, mengonsumsi makana sehat, dan baca buku, serta bermusik,” ungkap Ikang yang alumni master MBA (S2) di UGM  Yogyakarta ini. (MSU)

Marissa Haque Ikang Fawzi: "Manusia Sebenarnya Sedang Tidur"



Jakarta, 12 Juli, 2004
Oleh Marissa Haque Fawzi

Untuk Majalah Noor edisi September 2004.


Dalam sebuah perenungan panjang, tatkala kutatap lalu lalang manusia yang menyemut dalam sebuah perjalanan panjang Bintaro ke Jakarta Pusat, terbayang wajah-wajah banyak manusia melangkah dengan mata terpejam. Ah, mereka sedang tidur!

Annemarie Schimmel, seorang wanita keras hati namun halus budi yang dititipi Allah kecerdasan diatas rata-rata dengan kemampuan verbal yang sangat lancar, adalah salah seorang role model ku didunia Sufisme/Tasawuf. Dalam salah satu buku tulisannya yang berjudul Jiwaku adalah Wanita, didalam paragraf pembukanya diceritakan sebuah kisah tentang seorang guru India yang sedang berkunjung ke Damaskus, Syria.


Buku yang diceritakan tersebut adalah sebuah buku tua terbitan 1872 dengan judul Padmanaba dan Hasan. Disana sang guru India tersebut memperkenalkan awal langkah misteri kehidupan spiritual kepada seorang anak laki-laki yang bernama Hasan yang membawanya kesebuah ruang bawah tanah. Ada sebuah keranda yang berdampingan dengan bekas singgasana Raja teronggok, dikelilingi sekumpulan harta benda ratna mutu manikam yang tak ternilai. Pada keranda tersebut terpatri kata-kata “…sebenarnya manusia itu semua sedang tidur, ketika mereka meninggal dunia, pada saat itulah mereka sebenarnya terbangun.” Schimmel kemudian baru menyadari belakangan bahwa ternyata sepenggal kata-kata yang terpatri tersebut adalah hadis Rasulullah Muhammad yang amat disukai dikalangan para Sufi dan penyair dunia Islam.

Didalam konteks posisiku sebagai anggota DPR terpilih periode 2004-2009 melalui partai Politik PDI Perjuangan, aku merasakan sepotong tulisan yang saya kutip diatas dari buku Annemarie Schimmel, adalah sebuah metafora pula dari penggalan lain langkah kehidupanku dalam kaitan dengan dunia politik. Betapa kehidupan singkat manusia ini hanyalah sepenggal mimpi pendek bunga tidur yang akan menetukan sebuah kehidupan abadi lainnya setelah alam dunia ini. Betapa sesungguhnya mimpi pendek ini sangat silau dengan tipu daya yang menjerumuskan. Alangkah kita nantinya akan menyesali ayunan langkah kehidupan yang telah kita lakukan, saat kita menyadari bahwa dikala mati kelak tidak satupun harta dunia akan terbawa.

Menjadi seorang anggota DPR, merupakan amanah sekaligus ujian dan jebakan yang nyata, yang akan menguji apakah dipenghujung langkah hidupku kelak aku layak menjadi kekasih Allah dan sahabat Rasulullah. Dimana kebutuhan transendental merupakan intrinsik atau innate property yang membuat setiap manusia itu cinta Illahi—apapun agama yang dipeluknya—dan ingin bersatu dengan Nya dikehidupan abadi kelak. Saat itu adalah saat dimana manusia sudah benar-benar bangun dari tidurnya. Namun sekarang masalahnya. Apakah manusia mengetahui bahwa sebenarnya mereka itu sedang tidur pada saat mereka sedang melakukan aktifitas kesehariannya? Wallahualam bisawab. Semoga Allah SWT membimbing pada jalan keselamatan didunia dan di akhirat, dan mengumpulkan kita semua kelak didalam tempat yang sejuk serta penuh dengan cahaya cinta kasih abadi.


Marissa Haque Ikang Fawzi: "Manusia Sebenarnya Sedang Tidur"

Senin, 27 Agustus 2012

Marissa Haque Fawzi: "Indonesia's Cinematic Art Stumble and Surge"

Indonesia's Cinematic Art Stumble and Surge
 
World Paper, New York, USA
June, 2001


By. Marissa Haque Fawzi
An Indonesia Actress, is in Residence at Ohio University

 
Indonesia as a country among many countries in the world, cannot escape of the effect of globalization. More specially, the Indonesia film industry is influenced and shaped by the cultures and trends of many other nations. This assimilation necessary and positive for progress and increased quality as long as an individual maintains his/ her own touch, so to speak. This process is guaranteed by the fact that our world grows smaller everyday and the boundaries that once existed are no more.

The father of Indonesia film, Mr. Haji Usmar Ismail, was the first Indonesia artist to graduate from the School of Film at the University of California Los Angles as early as the 1940s. Generations to follow in the 1970’s were strongly predisposed to Russian production style and technique with Indonesian graduate from Moscow University such as Syumandjaja and Amy Priono.

Many artists to follow, Producers and Directors are products of Indonesia education and training. Their work, also distinguished, is colored by local wit and wisdom. A result of their efforts has been “Edutainment” or educational entertainment for the Indonesian citizen.

The only trouble with this is seen in the extremely small ratio of these artists in relation to the population of Indonesia, which far exceeds 200 million. If the love of money is the root of all evil it has also been the demise of the film industry in Indonesia. Many Directors viewed the production of movies as a monetary printing press.

The typical Indonesian film left nothing for the viewing public; there was no moral message and no real meaning. By the end of 1980s the film industry has stagnated and come to screeching halt. The Indonesia government further stifled the industry’s creativity and quality, and the differences from one film to the next became almost impossible to discern. It was a frustrating time for the movie-going public and even exasperating for those production teams that sought to create.

In 1990s gave us Garin Nugroho. As a young man, he graduated from University of Indonesia with a degree in Law and attended Indonesia’s Institut Kesenian Jakarta (Indonesian Art Institute). Garin Nugroho was determined to create new standard, and in the mid-1990s he began work. Nugroho presented an Eastern European style of production. Many Indonesian viewers did not understand this style of production and found the storylines difficult to follow, but his works have been honored (and have placed) at almost every international film festivals in which those have appeared.

Toward the end of 1999, a group of young Indonesian film graduates that, to date, do not wish to be identified with other movie production teams, came together to produce. They represent the new techno generation, seeking something new and different from all who came before them, and it is known to Indonesians today as the movie Kuldesak. This independent production team used a grassroots style marketing strategy throughout production. The film smacks of Quentin Tarantino. The theme song from thia movie was also honored by MTV at the MTV awards 2000 in New York.

The year 2000 was phenomenon for Rivai Riza (Film Director), Mira Lesmana and Triawan Munaf (Co Producers) with their award-winning production Petualangan Sherina or the Adventures of Sherina. The British honored this production with the presentation of the British Chavening Award Scholarship to Riza. This is only logical because Riza finished his Master of Arts in screenwriting at a British Institution in 1999. Riza ia rich with British style.

What do we see in the future of the Indonesian film industry? What style do we hope will prevail? There are so many possibilities, but that which cannot be denied and is clear to even those who would close their eyes is that American films are shown on every channel of Indonesian television and fill Indonesian theatres. In this lies an undeniable answer.

We are also aware that American film is a collection of assimilations from across the world. Thus we come full circle of globalization and interdependent world in which we live. We will, each and every one of us, learn from all of those around us without exception, if we hope to progress. This is a continual process that will go on for as long as we breathe.

Marissa Haque Fawzi: "Indonesia's Cinematic Art Stumble and Surge"

Senin, 12 September 2011

"Contoh Graduation Speech by Rangga Almahendra (Suami Hanum Rais), Friday, March 18, 2011"

Friday, March 18, 2011

Graduation Speech by my husband

Sumber: http://hanumrais.blogspot.com/  

Thank you so much; it is really a tremendous honor for me to stand before you, all the distinguished ladies and gentlemen. Allow me to extend my warm greeting to the rector council, professors and all faculty members of WU, His excellency Indonesian ambassador to Austria, family, friends, guests, and of course the very reason of our presence today: the fellow doctoral graduates of March 2011.

Dear my fellow graduates,
I know we are here to celebrate our achievement for our doctoral degree, but let’s take a moment for a while to thank the unspoken heroes of today: our families, parents, husband or wife, brothers or sisters. These are the people who always believe in us, people who are willing to listen to all our problems, our complaints and difficulties. These people are our family whose love and care always encourage us in each and every day. I believe today is not only our own day. This day is theirs too…

So let’s give our warm applause to all of our families.
Unfortunately, my parents aren’t able to come here, as for myself, the journey for being here is much more than taking 10.000 kilometers flight across three great oceans. I remember 3.5 years ago, when I stepped in to this building, I was haunted with deep anxiety and uncertainty. I knew that I have to cope with different languages, different food, different people with different values and different way of thinking. At that time, I wasn’t sure if I could survive another 3 or 4 years to come to finish my PhD.

But today, I must appreciate the tireless effort from all employees and faculty members at WU who helped me throughout the difficult process. Thanks to the commitment from the rector council for increasing the internationality of this university. The number of international students, international partners, and international faculty members are increasing year by year. The ratio of the international faculty will reach to 30 %, and the number of international students has passed to a quarter, which means that every fourth student you meet here is from abroad.

During my study here, I also witness a great transformation of this university. This institution has transformed from a Viennese college of economic and business administration, Wirtschaftsuniversität Wien, into a World-class University, abbreviated as W-U.

So I think we are here today, not only to celebrate our achievement for winning a PhD, but also to sustain an example of the possible success of world class school which holds the spirit of professionalism and equality. Here, we’re showing to break free the tiring debate about race, religion, ethnicity and gender that dominates our politics and newspaper in the last decade.

I’m coming from a third world country called Indonesia. I was born in a very small village, which was no electricity and running clean water; more than half of the people in the village earn less than 1 euro per day. My parents are only medium class civil servants, who never even dared to dream sending their son to study abroad. It’s finally Professor Wolfgang Obenaus who convinced me to come to this prestigious university, in the heart of Europe, using the scholarship from the Austrian government for third world countries.

I am also glad that finally I am allowed to wear ‘Batik’, our traditional clothes today, as I always believe that the graduation committee will embrace diversity. Because they also hold the value of our university, that the single most important factor determining people achievement is not the color of their skin, the religion of their life, it is not who their parents are, or how much money they have. I believe the promise of the education system here. No matter how we look like, whatever our nationality is, or our religion, each of us, should have the chance to achieve our dream, to enjoy the same opportunity.

Dear fellow graduates,
We know that we’re living in a global era. It’s the time where people in Vienna are also competing with people in Shanghai or Mumbai, India. Jobs can be located anywhere in this planet. It’s finally our skill and knowledge that become our global passport. The most valuable things you can sell are skill and knowledge.

Living in this globalization era should make us aware that we are breathing in the same global village. In this village, every belief and value can be found. Insignificant differences can spark into conflict, chaos even war. But I’m sure that everybody in this room won’t let this happen. Because, despite these differences, we share the same hope, same belief that we are connected together as brother and sister from the past.

Driven by this belief, I am also calling on you to be an agent of transformation, who always seeks to make this world a better place to live, a safer place for diversity; as being shown by the great transformation of this university.
Within these few weeks I am flying back to Indonesia…

I’m a Moslem and I will speak loud and clear to the people in my country that I am proud to be part of this great European education institution; where I do not learn about business and economics only, but also about tolerance and respecting each other.

Sooner or later you will also make your own journey. For some of you, the journey ahead will not be easy. But the truth is that none of us knows how the future will look like. What I can tell you for sure is that the future is not someplace we will discover, but rather something we will create.

I believe that we can survive anywhere in this world, because we are the graduates of WU. We were trained with high international standard, by global-minded faculties which hold the spirit of professionalism and tolerance.

Today, we are all proud to receive our doctorate certificate, a reward for our effort that we will treasure for the rest of our life.
But as a famous saying says: the greatest treasures are not those visible to the eye but found by the heart. Knowledge and happiness are the true treasure for a wise man; indeed, tolerance is the real treasure for humanity.

It is my sincere hope that your next journey will take you to the summit of your hope, to the highest peak of your happiness, to the ultimate blessing for humanity.

Again congratulation, have a pleasant journey, and may God always be with us
Thank you.


Vienna, 11th March 2011
Rangga Almahendra

"Contoh Graduation Speech by Rangga Almahendra (Suami Hanum Rais), Friday, March 18, 2011"

Minggu, 11 September 2011

Komunikasi Perkawinan Kami melalui Kampanye Mas Hanafi Rais & Pak Tri Hardjun di Yogyakarta: Marissa Haque Fawzi

Tegaskan Ora Golek Balen
Sunday, 11 September 2011 09:12
Tegaskan Ora Golek Balen
Fitri Bertekad Jadi Talang Garing


Sumber: http://www.radarjogja.co.id/berita/utama/21917-tegaskan-ora-golek-balen.html

JOGJA - Pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Ahmad Hanafi Rais dan Tri Harjun Ismaji kemarin (10/9) mendapatkan giliran melakukan kampanye terbuka. Paslon yang membuat akronim Fitri itu kembali menegaskan tak akan mengambil gajinya selama menjadi wali kota dan wakil wali kota.

Kampanye terbuka Fitri ini menghadirkan sejumlah tokoh. Bahkan, mereka juga mendatang artis Marissa Haque dan Ikang Fawzi. Pasangan mantan artis nasional tersebut menghibur pendukung Fitri di Purawisata, Lapangan Sidokabul, dan Lapangan Karang Kotagede.

Aksi kampanye di Lapangan Karang diawali orasi anggota DPRD DIJ Arif Noor Hartanto. Dia mengajak seluruh warga yang hadir tak sekadar menyoblos kartu suara. Tapi, mereka juga harus mempertimbangkan kondisi Kota Jogja lima tahun ke depan.

"Pilih calon wali kota yang benar-benar memiliki komitmen bebas korupsi dan menyejahterakan rakyatnya,"
ujar politisi yang akrab disapa Inung itu, saat berorasi.

Orator selanjutnya adalah Koordinator Gerakan Rakyat Jogja (GRJ) Gazali. Salah seorang penggerak gerakan pro penetapan ini meminta seluruh masyarakat untuk berjuang bersama-sama mempertahankan keistimewaan Jogjakarta. "Mas Hanafi sudah sejak lama turun mendukung keistimewaan. Jadi, kenapa kita harus bingung dengan status keistimewaan Jogjakarta. Pilih Fitri untuk pro penetapan," kata Gazali.

Tak berbeda dengan Gazali, mantan Wakil Wali Kota Jogja Syukri Fadholi juga memastikan kepemimpinan Fitri akan menjadikan Kota Jogja lebih baik. "Kenapa saya mundur untuk mendampingi Mas Hanafi? Karena yang menggantikan saya ternyata jauh lebih baik dan tepat," jelas Ketua DPW PPP DIJ. Pernyataan ini ditujukan kepada Tri Harjun, pendamping Hanafi.

Syukri menyampaikan tiga ajakan kepada masyarakat. Sak kasur, ajak istri atau suami. "Nek ra duwe bojo, ajak bojone tanggane nyoblos nomor 2. Sak dapur, ajak teman-teman semeja makan nyoblos Fitri. Dan, sak sumur, ajak teman-teman yang satu sumur atau tetangga," terangnya.

Usai ketiga tokoh lokal tersebut, giliran pasangan artis Ikang Fawzi dan Marissa Haque. Mereka mengajak masyarakat memilih Fitri dengan menyanyikan sebuah lagu gubahan Ahmad Dhani. "Tuhan kirimkanlah aku, pemimpin yang paling santun, Hanafi dan Pak Tri”. Masa yang berkumpul di lapangan turut menyanyikannya.

Hanafi kembali meneguhkan tekadnya. Saat berorasi, menegaskan janji Fitri untuk tidak mengambil gaji sebagai wali kota dan wakil wali kota. Fitri akan mengembalikan seluruh penghasilan sebagai wali kota dan wakil wali kota kepada masyarakat.

"Kami juga bertekad menjadi talang garing. Artinya, kami akan mengembalikan seluruh proyek kepada masyarakat, tanpa mengambil sepeser pun. Karena, proyek itu tujuannya memang untuk kesejahteraan masyarakat," imbuhnya.

Kampanye terbuka kemarin menjadi hari spesial bagi Hanafi. Dia merayakan ulang tahun yang ke-33.
Dia pun menerima banyak ucapan dari pendukungnya. (eri)

"Ikang Fawzi & Marissa Haque: Selamat Hari Ulang Tahun Mas Hanafi Rais, Semoga Menang di Hati Rakyat Yogyakarta"

Rabu, 08 Juni 2011

Like Water that Flows Constantly : Marissa Haque Fawzi



Reflections on the meaning of life: Marissa Haque
(Amidst the flood that hits Indonesia)
Bintaro, Jakarta, February 21, 2004

 
Water is the source of life

It is very flexible and can easily adapt itself to anything.
If its course is blocked by a rock, then it will choose another one and continues flowing down towards its destination.

Water also behaves modesty, because it always flows to a lower place.

If the temperature rises, it evaporates, goes up to the sky and afterwards comes down again on the earth.

Water cleans everything; it floods the rice fields in the dry season; it cleans dust and makes the soil fertile.
According to a story, when the rain falls, thousands of angels come down with it.

But if the rains come down in torrents and continuously, like what is happening in the last few days in Indonesia, then there might be something wrong in the relations between men and water.

Water will become men’s friend if we treat it in s friendly way, but if we don’t do it, it will destroy us.

In life, water is an indicator of the quality of men in the eyes of God the Almighty.

Sumber: http://musik-melodi-syair.blogspot.com/

Komunikasi Matang Berkualitas dalam 25 Tahun Pernikahan

Komunikasi Matang Berkualitas dalam 25 Tahun Pernikahan
25 Tahun Pernikahan Kami: 2-7-1986 sampai 3-7-2011 (Ikang Fawzi & Marissa Haque)